Minggu, 13 Maret 2011

Aku menulis, maka aku ada





Terkadang harapan tentang terwujudnya mimpi-mimpi hanya terkuak ketika kita begitu yakin akan keberadaannya. Bermimpi adalah awal dari tindakan untuk menjadi gemilang dalam kehidupan. Mimpi tentang apa saja yang membuat hati merasa bangga menjadi diri sendiri. Walau kesungguhan belumlah ada dan ke-tidakpercaya-dirian menjadi tembok besar pengahalang yang berpeluang meruntuhkan angan-angan.

Begitu banyak kerikil-kerikil tajam terhampar dan berserakan tatkala mimpi itu mulai melambai di pintu gerbang kehidupan. Bagi mereka yang tangguh, mungkin akan berani bertetesan darah dan merintih perih dalam kesakitan. Namun, bagi mereka yang takut akan tantangan, akan tetap berdiam diri, bertekuk lutut, memandang kerikil-kerikil itu sebagai musuh maut yang akan membuat mereka jatuh bahkan mati.
Lantas bagaimana denganku? Dengan kalian dan mereka?

Apa yang kita inginkan dalam hidup ini adalah sebuah dimensi ruang yang akan mempertanyakan kepada sang waktu apakah kita sanggup meletakkan konsekuensi terbesar ketika keputusan kita menginginkan sesuatu tersebut mulai terpatri dalam sanubari.
Banyak dari kita hanya ingin mengenyam segala kenikmatan tanpa merasakan sakitnya. Itu fitrah manusia. Namun, apa ada nama-nama besar yang diperoleh orang-orang besar kecuali mereka banyak menelan asam garam kehidupan ???
Menjadi seorang penulis?

Dunia kepenulisan bak semesta nan isinya. Ketika hati kita diarahkan untuk memilih profesi sebagai penulis menjadi pilihan dalam bercita-cita, saat itu pula semesta menundukkan pandangan menuju kita. membaca, menulis adalah satu kesatuan utuh yang tak bisa dipisahkan. Dengan bacaan, pengetahuan semakin tajam, dengan menulis, pengetahuan tersalurkan.

Sebelum mimpi itu menjadi sebuah kefanatikan, satu hal yang harus ditanamkan dalam benak kita bahwa tak sedikit pula rintangan yang menanti untuk kita lalui. Beragam alasan dan kemalasan mungkin menjadi rintangan pertama bagiku, bagi kalian dan mereka yang ingin mengabdikan dirinya kepada bangsa dengan media tulisan.
Terkadang kita menganggap diri kita baik. Kita yakin bahwa kita dan karya yang kita hasilkan layak untuk dihadirkan. Dan kita pun menganggap bahwa Kesempurnaan telah kita genggam. Namun, orang lain sama sekali tak menaruh anggapan itu pada kita. lantas, apakah kita masih ingin mempertahankan keegoisan itu?, jangan…!. Satu pelajaran yang kudapatkan dari kawan baikku bahwa belajarlah untuk menilai segala sesuatunya dengan seimbang. Dengan istilah lainnya, segala aspek dalam hidup ini harus berlandaskan dalam penilaian yang sifatnya subyektif dan obyektif. Pandangan dari diri kita dan dari orang lain yang sama. Karena, hal tersebut akan mengajarkan diri kita untuk selalu ikhlas, welcome terhadap segala hal yang mau, sedang dan akan masuk dalam hidup kita. Serta meminimalisir keputusasaan yang kita rasakan tatkala kita masih belum mendapatkan apa yang kita inginkan. Karena kegagalan yang sejati adalah ketika kita memutuskan untuk tidak kembali bangkit saat kita terjatuh “gagal”.
Semua pelajaran yang kuperoleh bersumber dari kehidupan yang kujalani. Dengan pelajaran yang berisikan banyak pengetahuan-lah yang membujukku untuk menyalurkan semua itu melalui tulisan dan menjadi seorang penulis!
“belajarlah dan ajarkanlah”, karena hanya dengan dua kata tersebut hidup kita akan terasa hidup dan bermanfaat.
“sebaik-baik manusia adalah orang yang paling berguna (bermanfaat) bagi manusia lainnya.” (Hr. Mutafaqqun ‘alaih)

Aku berpikir bahwa dengan tulisanlah, namaku akan tetap dikenang. Dengan tulisan inspirasiku tetap mengalir. Dengan tulisan, dunia tak akan berhenti menuai pengetahuan. Dengan tulisan, kematian manjadi sebuah reinkarnasi kehidupan. Dengannya aku putuskan bahwa AKU MENULIS, MAKA AKU ADA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar